Kebutuhan masyarakat Muslim terhadap daging semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini tidak hanya mendorong peningkatan produksi lokal, tetapi juga membuka pintu bagi impor daging dari berbagai negara, termasuk negara-negara non-Muslim. Di sisi lain, suara kritis dari para aktivis hewan semakin nyaring, menyoroti metode penyembelihan dalam Islam yang mereka nilai sebagai tindakan penyiksaan (pelecehan hewan).
Pada artikel ketiga ini, kita akan membahas kedua permasalahan tersebut: (1) hukum fikih terkait daging impor dari negara non-Muslim, dan (2) klarifikasi terhadap tuduhan bahwa penyembelihan Islami menyiksa hewan.
Hukum impor daging dari negara non-Muslim
Beberapa negara Islam mengimpor berbagai jenis daging (hewan sembelihan) dari negara-negara non-Islam, seperti domba, sapi, dan lainnya. Dalam hal ini terdapat dua keadaan:
Jika itu berasal dari Kitab Negara
Jika berasal dari negara Ahli Kitab, maka hukumnya halal bagi kaum Muslimin berdasarkan Nash (dalil tegas) dari Al-Qur’an, selama tidak diketahui bahwa penyembelihannya dilakukan dengan cara yang tidak sesuai syariat.
Allah Kisah dikatakan,
Hari ini, hal -hal baik diizinkan untuk Anda dan makanan dari mereka yang telah memberikan buku solusi untuk Anda dan makanan Anda adalah solusi bagi mereka.
“Hari ini legal untuk Anda semua dengan baik. Makanan (pembantaian) dari mereka yang diberi buku (Alkitab) sah untuk Anda, dan makanan Anda sah (untuk mereka).”(Qs. Al-Maidah: 5)
Syekh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah dikatakan,
Daging yang dijual di pasar negara -negara non -Islam, jika dia tahu bahwa itu adalah salah satu pengorbanan orang -orang dari buku ini, itu adalah solusi bagi umat Islam, jika dia tidak tahu bahwa itu dibantai dengan cara yang sah, karena aslinya diselesaikan dengan teks Al -Qur’an, sehingga tidak diubah dari itu kecuali dengan perintah tertentu yang mensyaratkan pelarangannya.
“Daging yang dijual di pasar negara non-Islam, jika diketahui berasal dari sembelihan Ahli Kitab, maka halal bagi kaum Muslimin. Hal ini selama tidak diketahui bahwa ia disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat. Hukum asalnya adalah halal berdasarkan Nash Al -Qur’an, dan tidak dapat pindah dari hukum asli ini kecuali dengan bukti nyata yang melarangnya. “
Jika berasal dari negara selain Ahli Kitab
Jika itu berasal dari negara selain tukang buku, maka itu tidak bisa memakannya. Sheikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah dikatakan,
Para sarjana Islam dengan suara bulat menyetujui larangan pengorbanan para politeis penyembahan berhala dan para penolakan
“Para sarjana Muslim menyetujui pembantaian ilegal Muslim, penyembah berhala, pengkhotbah agama, dan institusi semua orang yang tidak percaya selain orang Yahudi dan Kristen.” [1]
Bagaimana jika keraguan?
Sebagaian kaum muslimin, khususnya dari kalangan penuntut ilmu, kadang merasa ragu dalam hal ini, dengan dasar pemahaman dari hadis,
Halal jelas, dan yang terlarang ada di antara mereka, dan ada hal -hal kecurigaan yang tidak diketahui banyak orang.
“Memang, hal yang sah jelas, dan yang tidak sah. Di antara keduanya adalah hal -hal yang tidak jelas yang tidak diketahui banyak orang. Siapa pun yang jauh dari hal -hal yang tidak jelas, berarti telah membersihkan agama dan kehormatan mereka …” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599, dan lafaz ini milik Muslim)
Para ulama dari Lajnah Daimah pernah ditanya, “Apa hukum daging kalengan impor dari luar negeri? Dan bagaimana cara mengompromikan antara hadis, “Halal itu jelas dan ilegal jelas, dan di antara keduanya ada hal -hal yang tidak jelas yang tidak diketahui banyak orang. Siapa pun yang tidak memiliki hal -hal yang tidak jelas, itu sedang mengejar agamanya dan kehormatannya. (Jam. Bukhari, Kitab al-Aman TIDAK. 52; Muslim, Itu TIDAK. 1599)
oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at Tirmidzi, dan dinyatakan Hasan di dalam Jami ‘at-Tirmidzidari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Qabishah bin Hulb menceritakan dari ayahnya, ia berkata,
Saya bertanya kepada Nabi, semoga doa dan kedamaian Allah menyertainya, tentang makanan orang -orang Kristen.
“Saya bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makanan orang -orang Kristen. Dia berkata, ‘Tidak ada keraguan di dalam hatimu untuk makanan yang diperlakukan orang Kristen.’ ‘(Sunan at-Tirmidzi, Kitab as-Siyar TIDAK. 1565; Sunan Abu Dawud, Kitab al-At‘imah TIDAK. 3784; Musnad Ahmad bin Hanbal, 5: 226)
Lajnah Daimah Dijawab,
“Tidak ada pertentangan antara kedua hadis tersebut. Makanan Ahli Kitab terbagi menjadi tiga keadaan:
1) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama Allah atas sembelihan mereka, maka hukumnya halal, termasuk dalam bagian pertama dari hadis: “Yang halal itu jelas.”
2) Jika kita tahu bahwa mereka menyebut nama selain Allah, maka hukumnya haram, termasuk dalam bagian kedua dari hadis: “Yang haram itu jelas.”
3) Jika kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya, maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halal sembelihan mereka.
Adapun makanan yang tidak memerlukan proses penyembelihan atau penyembelihan hewan, seperti roti, maka tidak ada masalah dalam memakannya.” [2]
Oleh karena itu, jika impor berasal dari negeri Ahli Kitab, dan kita tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau nama selain-Nya; maka kita kembali kepada hukum asal, yaitu halalnya sembelihan mereka. Wallahu Ta’ala A’am.
Kritik aktivis hewan: Menyembelih hewan menurut Islam yang dianggap menyiksa
ISU pelecehan hewan
Sejumlah komunitas aktivis pembela hak hewan khususnya di wilayah Barat, seringkali beropini bahwa penyembelihan hewan-hewan kurban itu bertentangan dengan hak-hak kebinatangan, dengan dalih metode penyembelihannya masuk dalam kategori pelecehan hewan. [3]
Untuk menjawab masalah ini, kita perlu tahu terlebih dahulu pelecehan hewan, kemudian jawaban syariat Islam atas tuduhan tersebut. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.
Definisi pelecehan hewan
Pelecehan hewan didefinisikan sebagai tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makanan atau minuman, dan tindakan kekerasan yang hingga kini masih seringkali tidak diperhatikan, misalnya seperti memotong kuping dan ekor anjing yang ditujukan untuk sekedar keindahan, melakukan eksploitasi terhadap hewan untuk kepentingan sirkus, mengebiri, dan menggunakan hewan sebagai uji coba keperluan medis atau kedokteran (pembedahan makhluk hidup) Dengan di luar batas dan prevalensi. [4]
Jawaban syariat Islam
Syariat Islam sangat menjunjung kasih sayang antar sesama makhluk hidup, termasuk hewan. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kasih sayang terhadap hewan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
Tuhan adalah penulis amal untuk segalanya, jadi jika Anda membunuh, maka lakukan pembunuhan, dan jika Anda membantai, maka lakukan dengan baik, dan biarkan salah satu dari Anda menentukan penistaannya, dan saya akan bahagia.
“Sesungguhnya, Allah membutuhkan belas kasihan (baik) dalam segala hal. Jika kamu membunuh (binatang), maka bunuh dengan cara yang baik. Jika kamu membantai, maka membantai dengan cara yang baik. Biarkan salah satu dari kalian menajamkan lemak dan menyenangkan pembantaiannya.” (Hr. Muslim no. 1955)
Ibn Rajab al-Hambali Rahimahullah mengatakan,
Itulah sebabnya Nabi, semoga doa dan kedamaian Allah menyertainya, memerintahkan amal pembunuhan dan pembantaian, dan memerintahkan agar pisau itu ditentukan, dan bahwa pengorbanan akan beristirahat, menunjukkan bahwa pembantaian mesin yang tajam memungkinkan pengorbanan untuk mempercepat Zahouknya sendiri.
“Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berbuat baik ketika membunuh (hewan yang boleh dibunuh) dan ketika menyembelih, serta memerintahkan agar pisau diasah tajam dan hewan disembelih dengan cara yang membuatnya nyaman. Ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan alat yang tajam akan membuat hewan lebih tenang karena mempercepat keluarnya nyawa.”
Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menajamkan pisau dan agar disembunyikan dari hewan, serta bersabda,
Jika salah satu dari Anda dibantai, biarkan dia bersiap
“Ketika salah satu dari kalian dibantai, biarkan dia sempurna (pembantaian),” itu berarti: dia harus mempercepat proses pembantai. [5]
Maka, penyembelihan dalam Islam bukanlah bentuk kekerasan, tetapi justru cara paling cepat memutus nyawa hewan dengan meminimalisir rasa sakit.
Faktanya, secara umum, Islam memerintahkan untuk mencintai semua makhluk hidup. Utusan Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
Yang penyayang, yang paling penyayang, semoga Tuhan memberkati Anda dan memberi mereka belas kasihan kepada orang -orang di bumi, semoga Tuhan memberkati Anda.
“Orang-orang yang mencintai akan dicintai oleh Ar-Rahmān Tabāraka Wa Ta’ālā. Cintai makhluk bumi, dan dzat di langit akan mencintaimu.”(Hr. Abu Dawud no. 4941 dan selain itu, al-Albani)
Dengan demikian, tuduhan penyiksaan atau kekerasan terhadap hewan (Pelecehan Hewan) terhadap proses penyembelihan yang sesuai dengan syariat Islam, merupakan tuduhan yang tidak benar. Islam justru mengajarkan cara penyembelihan yang paling baik bagi hewan, dan memerintahkan untuk menyayangi seluruh hewan secara umum. Wallahu Ta’ala A’am.
Penutup umum
Jaringan tiga artikel Fikih Penyembelihan Hewan ini telah membahas secara berurutan:
Bagian pertama: landasan fikih klasik, mulai dari definisi, hukum, syarat, waktu, adab, dan larangan penyembelihan.
Bagian kedua: permasalahan kontemporer seperti penyembelihan mekanis, hukum menyebut nama Allah, dan pembiusan sebelum penyembelihan.
Bagian ketiga: hukum impor daging dari negara non-Muslim serta klarifikasi terhadap tuduhan penyiksaan hewan.
Keseluruhan pembahasan ini menunjukkan betapa syariat Islam mengatur penyembelihan dengan prinsip kehalalan dan kasih sayang terhadap hewan, serta tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman.
Semoga pembahasan ini menjadi bekal ilmu yang bermanfaat, menumbuhkan keyakinan akan kesempurnaan syariat Allah, dan memandu kita dalam mengamalkannya dengan benar di setiap keadaan.
[Selesai]
Kembali ke bagian 2
***
Rumdin PPIA Sragen, 15 Shafar 1447
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Al-Hambali, Abdurrahman Ibn Rajab. Jāmi ‘al-um sebagai al-ḥikam. Saudi Arabia: Dar Ibnul Jauzi, 1431.
Al-Muthlaq, Abdullah bin Muhammad. Al-Fiqh al-Muyassar: Pat. Edisi Keempat. Riyadh: 1439 H /2018 M.
Catatan kaki:
[1] Al-Fiqh al-Muyassar, 7: 24; dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga fatwa no. 949 dari Lajnah Daimah di Saudi Arabia yang membahas hukum daging impor dan sejalan dengan penjelasan ini.
[2] Fatwa Lajnah Daimah – Jilid Pertama, 22: 402; Fatwa no. 4159.
[3] Ibadah Kurban Bukan Bagian dari Animal Abuse!
[4] Adhaini, Soraya Noer, dan Untung Sumarwan. “Motif Pelaku Kekerasan terhadap Perlindungan dan Penegakan Hukum pada Hewan Peliharaan dalam Perspektif Kontrol Sosial.” Jurnal Anomie, vol. 5, no. 2, Agustus 2023, hal. 101–122. Program Studi Kriminologi, Universitas Budi Luhur, Jakarta.
[5] Jāmi ‘al- & ūm wa al-ḥikam, hal. 287.
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime